Rabu, 09 Februari 2011

NEONATUS DENGAN KELAINAN KONGENITAL

A. LABIOSKIZIS/LABIOPALATOSKIZIS
PENGERTIAN :
1. Kelainan kotak palatine (bagian depan serta samping muka serta langit – langit mulut) tidak menutup dengan sempurna
2. Merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu.
Belahnya belahan dapat sangat berpariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi struktur – struktur yang terkena menjadi :
a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum dibelahan foramen incivisium.
b. Palatum sekunder : meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap foramen.
Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.
Kadang – kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
ETIOLOGI
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing antara lain :
a. Faktor genetik atau keturunan : dimana material genetik dalam khromosom yang mempengaruhi. Dapat terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan khromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 khromosom yang terdiri dari 22 pasang khromosom non sex(kkhromosom 1 – 22) dan 1 pasang khromosom sex (khromosom X dan Y) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau sindroma patau dimana ada 3 untai khromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total khromosom pada setiap selnya adalah 47. jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan ganggguan berat pada perkembangan otak, jantung dan giinjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekueunsi 1 dari 8000 – 10000 bayi yang lahir.
b. Kurang nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C dan asam folat.
c. Radiasi
d. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama
e. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infelsi rubella dan sifillis, toksoplasmosis dan klamidia
f. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol.
g. Multifaktorial dan mutasi genetik
h. Displasia ektodrmal.
PATOFISIOLOGI
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.
Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominem nasalis medial yang diikuti difusi kedua bibir, rahang dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan ke 7 sampai 12 minggu.
KLASIFIKASI
a. Berdasarkan organ yang terlibat :
1. Celah bibir (labioskizis)
2. Celah di gusi (gnatoskizis)
3. Celah dilangit (Palatoskizis)
4. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit – langit (labiopalatoskizis).
b. Berdasarkan lengkap/ tidaknya celah terbentuk :
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat, beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
1. Unilateral iincomplete  Jika celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan tidak memanjang ke hidung
2. Unilateral complete  Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung
3. Bilateral complete  Jika celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang specifik.Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan uuntuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau tidak. Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhnya specifik. Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya dengan menggunakan USG.
GEJALA DAN TANDA
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing, yaitu :
1. Terjadi pemisahan langit – langit
2. Terjadi pemisahan bibir
3. Terjadi pemisahan bibir dan langit – langit
4. Infeksi telinga berulang
5. Berat badan tidak bertambah
6. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal sehingga ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung.
KOMPLIKASI
Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi
karenanya, yaitu :
1. Kesulitan makan (kurang gizi) ; dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran memberi makan pada bayi dengan bibir sumbing.
2. Infeksi telinga ; dikarenakan tidak berfungsi dengan bai saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi maka akan kehilangan pendengaran
3. kesulitan berbicara ; Otot – otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya.
4. masalah gigi ; pada celah bibir, gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.
PENATALAKSANAAN
Penanganan uuntuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang menigkat dan bebas dari iinfeksi oral pada saluran nafas dan sistemik.dalam bebarapa buku dikatakakkn juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum sepuluh (rules of ten) yaitu Berat badan bayi min 10 pon kadar Hb 10 gr% dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10000/ui.
Perawatan :
1. Menyusui
2. Menggunakan alat khusus
3. posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah bayi
4. tepuk – tepuk punggung bayi berkali – kali karena cenderung uuntuk menelan banyak udara
5. periksa bagia bawah hidung dengan teratur, kadang – kadang luka terbentuk pada bagian bawah pemisah lobang hidung
6. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut uuntuk memberikan kesempatan pada kulit yang elmbut tersebut untuk sembuh
7. Setelah siap menyusu, perlahan – lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung kapas yang dicelupkan dalam hydrogen peroksida setengah kuat atau air.
Pengobatan :
1. Dilakukan bedah elektif yang melibatkakn bebrapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kalainan tetapi waktunya yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.
2. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule of ten yaitu umur >10 mg, BB > 10 kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.00 ui
3. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan / palatoplasti dikerjakan sediini mungkin (15 – 24 bln) sebelum anak mampu bicara lengkap sehiongga pusat bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8 – 9 thn dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maksila uuntuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.
4. Operasi terakhir pada i\usia 15 – 17 tahu n dikerjakan setelah pertumbuhan tulang – tulang muka mendeteksi selesai.
5. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki kerusakan yang lebar. Dalam hal ini suatu kontur seperti balon bicara ditempel pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.
6. Anak tersebut juga membutuhkan teraphi bicara karena langit – langit sangat penting untuk pembentukan bicara dan perubahan struktur.
Prinsip perawatan secara umum :
1. Lahir; bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (naso Gastric Tube) bila perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung.
2. Umur 1 minggu ; pembuatan feeding plate untuk mambantu menutup langit – langit dan mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus.
3. Umur 3 bulan ; labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telinga.
4. Umur 18 bulan – 2 thn ; palatoplasty  tindakan operasi langit – langit bila terdapat sumbing pada langit – langit.
5. Umur 4 tahun ; dipertimbangkan repalatory atau pharingoplasty
6. Umur 6 tahun ; evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.
7. Umur 11 tahun ; alveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada pinggir alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi caninus). Perawatan ortodontis
8. Umur 12 – 13 tahun ; final touch,perbaikan – perbaikan bila diperlukan

B. ATRESIA OESOPHAGUS
PENGERTIAN :
Atresia oesophagus adalah gangguan pembentukan dan pergerakan lipatan pasangan kranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan primitif.
Atresia oesophagus sering disertai dengan kelainan jantung, gastrointestinal(atresia duodeni, atresia ani), kelainan tulang. Akibat atresia saliva akan terkumpul diujung bagian yang buntu, yang akan mengalir keluar atau masuk kedalam trakhea (bila terdapat fistula). Lebih berbahaya bila melalui fistula trakheo-oesophagus, cairan lambung mengalir kedalam paru – paru.
ETIOLOGI :
Kegagalan pada fase embrio terutama pada bayi yang lahir prematur
MANIFESTASI KLINIK :
 Hipersekresi cairan dari mulut
 Gangguan menelan makanan (tersedak, batuk)
DIAGNOSIS :
 Biasanya disertai hydramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi yang lahir prematur. Sebaiknya bila dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hydramnion, hendaknya dilakukan kateterisasi oesophagus dengan kateter no 6 – 10 F. Bila kateter terhenti pada jarak kurang dari 10cm, maka harus diduga terdapat atresia oesophagus.
 Bila pada bayi baru lahir timbul sesak nafas yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, harus disertai terdapat atresia oesophagus.
 Segera setelah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan cyanosis karena aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
 Diagnosis pasti dapat dibuat dengan photo thoraks yang akan menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontras kedalam oesophagus dapat memberi gambaran yang lebih pasti, tetapi cara ini tidak dianjurkan.
 Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisik apakah lambung terisi udara atau kosong untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakheo oesophagus. Hal ini dapat dilihat pada photo abdomen.

PENATALAKSANAAN :
 Pertahankan posisi bayi dalam posisi tengkurap, bertujuan untuk meminimalkan terjadinya aspirasi
 Pada anak segera dipasang kateter kedalam oesophagus dan bila mungkin dilakukan penghisapan terus menerus.
 Pertahankan keaktifan fungsi respirasi
 Dilakukan tindakan pembedahan.
C. ATRESIA REKTI DAN ATRESIA ANUS
PENGERTIAN
Atresia rekti adalah obstruksi pada rektum.
Atresia anus adalah obstruksi pada anus.
Atresia anus adalah salah satu bentuk kelainan bawaan yang menunjukan keadaan tidak adanya anus, atau tidak sempurnanya anus.
ETIOLOGI :
 Belum diketahui secara pasti
 Merupakan (kegagalan perkembangan) anomaly gastrointestinal (sistem pencernaan) dan genitourinary (sistem perkemihan)
 Gangguan pertumbuhan fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik
 Pada atresia anus, diduga ada keterlibatan kelainan genetik pada khromosom 21
BENTUK - BENTUK KELAINAN ATRESIA ANUS :
 Lubang anus sempit atau salah letak di depan tempat semestinya
 Terdapat selaput pada saat pembukaan anus sehingga mengganggu proses pengeluaran feces
 Rektum (saluran akhir usus besar) tidak terhubung dengan anus
 Rektum terhubung degan saluran kemih atau sistem reproduksi melalui fistula (lubang), dan tidak terdapat pembukaan anus.
MANIFESTASI KLINIK
 Tidak bisa b a b melalui anus
 Distensi abdomen
 Perut kembung
 Muntah muntah pada umur 24 – 48 jam
PEMERIKSAAN FISIK :
 Anus tampak merah
 Usus melebar kadang – kadang tampak illieus obstruksi
 Pada auskultasi terdengar hyperperistaltik.

D. HISCHPRUNG

Pada tahun 1886 Hischprung mengemukakan 2 kasus obstipasi sejak lahir yang dianggapnya disebabkan oleh dilatasi kolon. Kedua penderita tersebut kemudian meninggal. Dikatakannya pula bahwa keadaan tersebut merupakan kesatuan klinis tersendiri dan sejak itu disebut penyakit hiscprung.
Zuelser dan wilson (1984) mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis. Sejak saat tersebut penyakit ini dikenal dengan istilah aganglionis kongenital.
PENGERTIAN
HISCHPRUNG adalah suatu obstruksi pada sistem pencernaan yang disebabkan oleh karena menurunnya kemampuan motilitas kolon, sehingga mengakibatkan tidak adanya ganglionik usus.
ETIOLOGI
Kegagalan pembentukan saluran pencernaan selama masa perkembangan fetus.
TANDA DAN GEJALA
 Konstipasi / tidak bisa b a b
 Distensi abdomen
 Muntah
 Dinding andomen tipis
 Trias yang sering ditemukan adalah : mekoniu yang terhambat keluar (lebih dari 24 jam), perut kembung dan muntah berwarna hijau.
Pemeriksaan colok anus sangat penting dan pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium/feses yang menyemprot.
Pemeriksaan penunjang :
Pada photo polos abdomen tegak akan terlihat usus – usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
DIAGNOSIS PASTI :
 Pemeriksaan histopatologis, yaitu tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis, yang dapat dilakukan dengan jalan :
a. Biopsi hisap  mukosa sampai dengan submukosa diambil dengan mengunakan alat penghisap dan selanjutnya dicari sel ganglion pada daerah submukosa.Cara biopsi ini tidak traumatik, mudah dan dapat dikerjakan di poliklinik. Kesukarannya adalah mencari sel ganglion submukosa tersebut.
b. Biopsi otot rektum  Dengan cara iini diambil lapisan otot. Tindakan ini dilakukan dengan anak dalam narkose.
 Pemeriksaan aktifitas enzim asetylkolin esterase dari hasil biopsi hisap. Pada penyakit hiscphrung, khas terdapat peningkatan aktifitas enzim asetylkolin esterase.
 Pemeriksaan aktifitas norepinephrin dari jaringan biopsi usus. Usus yang aganglionosis akan menu njukkan peningkatan aktifitas enzim tersebut.
BERDASARKAN PANJANG SEGMEN YANG TERKENA, DAPAT DIBEDAKAN MENJADI 2 TYPE :
 Penyakit hiscprung segmen pendek  segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid. Merupakan 70 % dari kasus penyakit hischprung dan lenih sering ditemukan pada anaka laki – laki dibanding anak perempuan.
 Penyakit hischprung segmen panjang Daerah aganglionoosi dapat melebihi sigmoid, malahan dapat mengenai seluruh kolon atau sampai usus halus. Ditemukan sa ma pada anak laki – laki dan perempuan.
PENATALAKSANAAN
 Pengangkatan aganglionik (usus yang dilatasi)
 Dilakukan tindakan colostomy
 Pertahankan pemberian nutrisi yang adekuat
E. OBSTRUKSI BILLIARIS
PENGERTIAN
Adalah tersumbatnya saluran kandung empedu karena terbentuknya jaringan fibrosis.
ETIOLOGI
 Degenerasi sekunder
 Kelainan kongenital
TANDA DAN GEJALA
 Ikterik (pada umur 2 – 3 minggu) peninbgkatan bilirubin direct dalam serum (kerusakan parenkim hati, sehingga billirubin indirect meningkat)
 Billirubinuria
 Tinja berwarna seperti dempul
 Terjadi hepatomegali
PENATALAKSANAAN
Pembedahan
F. OMFALOKEL



PENGERTIAN
 Adalah merupakan hernia pada pusat, sehingga isi perut keluar dalam kantong peritoneum.
 Omfalokel (eksomfotos) adalah suatu cacat umbilicus, tempat usus besar dan organ abdomen lain dapat menonjol keluar. Ia bisa disertai dengan kelainan kromosom, yang harus disingkirkan. Cacat dapat bervariasi dan diameter beberapa centimeter sampai keterlibatan dinding abdomen yang luas. Organ yang menonjol keluar ditutupi oleh lapisan tipis peritoneum yang mudah terinfeksi. Rongga abdomen sendiri sangat kecil, sehingga perbaikan bedah bisa sangat sulit atau tidk mungkin, kecuali bila dinding abdomen yang tersisa cukup dapat direntang untuk memungkinkan penempatan kembali isi abdomen. Penggantinya, cacat ini dapat ditutupi dengan bahan sintetis seperti silastic, yang dapat digulung ke atas, sehingga usus dapat didorong masuk secara bertahap ke dalam rongga abdomen dalam masa beberapa minggu. (Pincus eatzel dan Len Roberts. 1995. Kapita Selekta Pediatri. EGC : Jakarta).
 Omfalokel (eksomfalokel) adalah suatu hernia pada pusat, sehingga isi perut keluar dan dibungkus suatu kantong peritoneum. Penanganannya adalah secara operatif dengan menutup lubang pada pusat. Kalau keadaan umum bayi tidak mengizinkan isi perut yang keluar dibungkus steril dulu setelah itu baru dioperasi. (Rustam Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. EGC : Jakarta)
 Omfalokel disebabkan oleh kegagalan alat dalam untuk kembali ke rongga abdomen pada waktu janin berumur 10 minggu sehingga menyebabakan timbulnya omfalokel. Kelainan ini dapat segera dilihat, yaitu berupa prostrusi dari kantong yang berisi usus dan visera abdomen melalui defek dinding abdomen pada umbilicus. Angka kematian tinggi bila omfalokel besar karena kantong dapat pecah dan terjadi infeksi
 Sebelum dilakukan operasi, bila kantong belum pecah, harus diberi merkurokrom dan diharapkan akan terjadi penebalan selaput yang menutupi kantong tersebut sehingga operasi dapat ditunda sampai beberapa bulan. Sebaiknya operasi dilakukan segera sesudah lahir, tetapi harus diingat bahwa dengan memasukkan semua isi usus dan otot visera sekaligus ke rongga abdomen akan menimbulkan tekanan yang mendadak pasa paru sehingga timbul gejala gangguan pernapasan (Staf Pengajar IKA dan FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Infomedia – Jakarta.)
 Omfalokel merupakan herniasi isi perut ke dasar umbilicus yang ditutupi lapisan transparan yang terdiri dari selaput amnion dan peritoneum.
 (Segi-segi Praktis IKA, Rahman M. Jakarta : 1984)
 Omalokel disebabkan oleh kegagalan otot dalam kemali ke rongga abdomen pada waktu janin berumur 10 minggu hingga menyebabkan timbulnya omfalokel. Kelainan ini dapat terlihat dengan adanya prostrusi (sembilan) dari kantong yang serisi usus dan visera abdomen melalui defek dinding abdomen pada umbilicus (umbilicus terlihat menonjol keluar). Angka kematian kelainan ini tinggi bila omfalokel besar karena kantong pecah dan terjadi infeksi. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit.Editor Setiawan. Jakarta : EGC, 1997)
ETIOLOGI
Kegagalan alat dalam untuk kembali ke rongga abdomen pada waktu janin berumur 10 minggu sehingga menyebabkan timbulnya omfalokel.
TANDA DAN GEJALA
 Gangguan pencernaan, karena polisitemia dan hyperinsulin
 Berat badan lahir > 2500 gram
 Protrusi dari kantong yang berisi usu dan visera abdomen melalui defek dinding abdomen pada umbilikus.
PENATALAKSANAAN
 Berikan diit TKTP
 Dilakukan tindakan pencegahan
 Sebelum dilakukan operasi, bila kantong belum pecah, harus diberi merkurokhrom dan diharapkan akan terjadi penebalan selaput yang menjadi kantong tersebut sehingga operasi dapat ditunda sampai beberapa bulan. Sebaiknya operasi dilakukakn segera setelah lahir, tapi harus diingat bahwa dengan memasukkan semua isi usus dan alat visera sekaligus kedalam rongga abdomen akan menimbulkan tekanan yang mendadak pada paru – paru sehingga timbul gejala gangguan pernafasan.

PEMERIKSAAN FISI BAYI BARU LAHIR

Pengertian bayi baru lahir
Bayi baru lahir adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi sebagai hasil konsepsi ovum dan spermatozoon dengan masa gestasi memungkinkan dapat hidup diluar kandungan.
Bayi baru lahir disebut neonatus, dengan tahapan :
 Umur 0-7 hari disebut neonatal dini
 Umur 8-28 hari disebut nonatal lanjut
 Yang disebut perinatal adalah periode umur antara umur 28 minggu dalam kandungan sampai 7 hari sesudah dilahirkan.

Tujuan umum asuhan BBL
1. Untuk mencegah morbilitas dan mortalitas BBL
2. Mencegah adanya kemungkinan timbul kelainan neurologis di kemudian hari.

Pengertian Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik bayi baru lahir adalah pemeriksaan awal yang dilakukan terhadap bayi setelah berada di dunia luar yang bertujuan untuk mengetahui apakah bayi dalam keadaan normal dan memeriksa adanya penyimpangan/kelainan pada fisik, serta ada atau tidaknya refleks primiti. Pemeriksaan fisik dilakukan setelah kondisi bayi stabil, biasanya 6 jam setelah lahir.

Pengkajian Fisik Bayi Baru Lahir
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, perlu dilakukan pengkajian pada bayi baru lahir antara lain:
1. Riwayat meliputi:
- Faktor lingkungan
- Faktor genetic
- Faktor ibu/maternal
- Faktor perinatal
2. Tanda-tanda vital, meliputi frekuensi nafas, frekuensi denyut jantung dan suhu.
3. Keadaan umum, meliputi ukuran tubuh keseluruhan kepala, badan dan ekstremitas, tonus otot dan aktifitas, warna kulit dan bibir, serta tangisan bayi. Sebelum melakukan pemeriksaan, peralatan dan perlengkapan yang perlu dipersiapkan antara lain:
a. Tempat tidur pemeriksaan
b. Stetoscope
c. Termometer
d. Pita pengukur
e. Timbangan bayi
f. Sarung tangan
g. Penunjuk waktu/jam
h. Lampu
i. Sabun
j. Handuk
k. Air mengalir
l. Kapas
m. Bengkok




Faktor medik dan Perinatal dan pengaruhnya terhadap neonatal :
Faktor Implikasi yang mungkin pada Neonatal
1. Faktor medik maternal
Penyakit jantung
Diabetes Hypoksia intra uterin
Usia gestasional besar,trauma, hiperbilirubin
Penyakit ginjal Prematuritas, IUGR
Hipertensi Retardasi pertumbuhan, prematuritas
Penyakit Menular Seks Transmisi perinatal
Penyalah gunaan obat Siindrom penolakan neonatal
Rh/isomunisasi Anemia, jaundice
Riwayat abortus Syndrom genetik
2. Faktor prenatal:
Tidak ada perawatan prenatal Penyalah gunaan obat maternal, kekurangan dukungan sosial
Perdarahan selama kehamilan Kerusakan plasenta, plasenta previa
Ketidak sesuaian ukuran Retardasi pertumbuhan, neonatal besar, trauma.
Hipertensi diinduksi kehamilan Retardasi pertumbuhan, prematuritas
Diabetes gestasional Makrosomi, trauma persalinan
Polihidramnions Masalah ginjal neonatal
Infeksi Sindrom dehidrasi
3. Faktor perinatal:
Proses persalinan preterm/posterm Asfiksia
Proses persalinan diperlama Trauma neonatal
Obat yang digunakan pada persalinan Distress pernafasan neonatal
Distress pada fetal Asfiksia
Temperatur maternal yang meningkat Transmisi infeksi neonatal
Posisi fetus abnormal Trauma neonatal
Cairan terkotori mekonium Pneumonia aspirasi mekonium
Ruptur membran diperlama Transmisi infeksi perinatal
Perdarahan pada persalinan Hipopolemia neonatal, hipoksia
Prolaps tali pusat Asfiksia
Hipertensi maternal Asfiksia
Asidosis fetal Asidosis Neonatal


Prinsip pemeriksaan fisik bayi baru lahir :
1. Gunakan tempat yang hangat dan bersih untuk pemeriksaan. Pintu dan jendela untuk sementara ditutup, ruangan diberi lampu 40 watt dengan jarak 60 cm di atas tempat pemeriksaan.
2. Cuci tangan dengan sabun di air mengalir sebelum dan sesudah pemeriksaan, pasang sarung tangan.
3. Bersikap lembut pada waktu memeriksa bayi.
4. Lihat, dengar dan rasakan tiap-tiap daerah pemeriksaan, dimulai dari kepala dan berlanjut secara sistematik menuju kaki.
5. Jika ditemukan factor risiko atau masalah, carilah bantuan lebih lanjut yang memang diperlukan.
6. Rekam hasil setiap pemeriksaan dan tindakan.

Dalam waktu 24 jam, bila bayi tidak mengalami masalah apa pun, lakukanlah pemeriksaan fisik secara lengkap sebagai berikut:
1. Melihat riwayat persalinan (lamanya?spontan?KPSW?Lain?), Neonatal (mekonium?trauma saat lahir?)
2. Menempatkan bayi pada tempat pemeriksaan dalam posisi terlentang dan pastikan tempat pemeriksaannya kering, bersih dan hangat.
3. Lepaskan pakaian bayi dan nilai keadaan umum bayi, meliputi ukuran keseluruhan Kepala, badan, ekstremitas (proporsional/tidak), adanya tonus otot, tingkat aktivitasnya (gerakannya aktif/tidak), warna kulit dan bibir (merah/biru), tangis bayi (melengking, merintih, normal)
 Area yang dikaji dan prosedur penilaian, Postur : Inspeksi BBL sebelum melakukan pengkajian yang mengganggunya. Temuan normal yang rata-rata ditemukan : puncak kepala (verteks) : lengan, tungkai bawah dalam keadaan flaksi ringan tangan menggenggam. Variasi normal : bokong sempurna (frank breech) : kaki lebih lurus dan kaku, BBL akan memperlihatkan posisi dalam rahim selama beberapa hari. Deviasi dari nilai normal kemungkinan masalah (etiologi) : Hipotoni, postur rileks selagi tidak tidur (prematuritas atau hipoksia di dalam rahim, obat-obatan maternal)
 Area yang dikaji dan prosedur penilaian, lihat lagi catatan ibu tentang presentasi, posisi dan jenis persalinan (pervaginam, operasi) karena bayi baru lahir dengan mudah mengambil posisi sebelum lahir. Temuan normal yang rata-rata ditemukan : BBL tidak suka jika ekstremitasnya diluruskan untuk dikaji atau diukur dan bias menangis jika hal itu dipaksakan, apabila dibiarkan kembali pada posisi melingkar semula, ia akan berhenti menangis, Gunakan spontan normal biasanya tidak sinkron secara bilateral (kaki bengkak seperti gerakan mengayuh sepeda tapi keduanya ekstensi), Variasi normal : Tekanan prenatal pada anggota gerak atau bahu bias menyebabkan ketidaksimetrisan wajah untuk sementara atau menimbulkan tahanan saat ekstremitas ekstensi. Deviasi dari nilai normal kemungkinan masalah (etiologi) : keterbatasan gerak pada setiap ekstremitas.
4. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, yaitu pernafasan normalnya 40-60x per menit, laju jantung 120-160serta suhu dengan menggunakan termometer aksila normalnya 36,5-37,2 derajat C.
Bernafas dan menangis spontan, terjadi sekitar 30 detik setelah lahir dengan frekuensi 40-60x/menit, Episode apnea : ≥ 15 detik (bayi premature), Bradipnea : ≤ 25x/menit (narcosis pada ibu akibat analgesic atau anastesik, trauma lahir), Trakipnea : ≥ 60x/menit(sindrom aspirasi, hernia diafragmatika, takipnea, sementara pada BBL) , laju jantung 120-160/menit serta suhu dengan menggunakan termometer aksila normalnya 36,5-37,2 derajat C. Penurunan panas : 200kkal/kg/menit melaui mekanisme kehilangan panas:
 Evaporasi : Kehilangan panas yang terjadi ketika cairan berubah menjadi gas (misalnya : evaporasi dari kulit tubuh). Penguapan yang tidak terlihat desebut juga kehilangan air yang tidak dirasakan (insensible water loss IWL)
 Konveksi : Aliran panas dari permukaan tubuh ke udara yang lebih dingin.
 Radiasi : kehilangan panas dari permukaan tubuh ke permukaan padat lain yang lebih dingin tanpa kontak langsng satu sama lain, tetapi dalam kontak yang relative dekat.
 Konduksi : Kehilangan panas dari permukaan tubuh ke permukaan yang lebih dingin melalui kontak langsung satu sama lain.
Beberapa metode yang umum untuk konservasi panas :
Penghangatan awal (Selimut, topi, pakaian neonatal)
Mengeringkan segera neonatal
Menggantikan kain basah setelah neonatal dikeringkan
Menjaga suhu tetap hangat
Tidan menempatkan neonatal pada tempat tidur basah
Menunda memandikan neonatal
Menempatkan daerah perawatan neonatal jauh dari jendela, dinding luar atau pintu keluar masuk
Menutup kepala neonatal dan membungkusnya dengan baik.
Neonatal dapat menciptakan panas melalui :
1. Menggigil  tidak efisien dan janin secara khas tidak menciptakan panas lewat cara ini.
2. Aktifitas otot fakultatif dapat meciptakan panas tetapi terbatas pada neonatus dengan kekuatan otot yang cukup untuk berada pada posisi yang dilenturkan.
3. Thermogenesis bukan menggigilmengacu pada pemanfaatan lemak coklat untuk produksi panas. Deposit lemak coklat di sekitar tulang belakang bagian atas, tulang selangka, tulang dada, ginjal dan pembuluh darah utama. Jumlah tergantung pada usia kehamilan
Frekuensi jantung berkisar 140x/menit, kemudian turun menjadi 120-160x/menit
5. Melakukan penimbangan kisaran berat badan normal >2500gr, penurunan Berat badan normal 10% atau kurang. BB ≤2500gr (premature,kecil untuk masa kehamilan, sindrom rubelas). BB ≥2500gr (berat lebih besar, diabetes maternal, herediter ; normal pada orang tua ini).
6. melakukan pengukuran panjang bayi, penjang normal 43-55cm, <45 atau >55cm (penyimpangan kromosom, herediter ; normal untuk orang tua ini)
7. Memeriksa bagian kepala bayi meliputi ubun-ubun, sutura, molase, adanya trauma persalinan, penonjolan atau daerah yang mencekung, ukuran lingkar kepala-normal 33-35cm, atau 32-36,8 cm, kepala kecil ≤32cm mikrosefalus (rubella, toksoplasmosis, penyakit inklusi sitomegali), ≥36,8 hidrosefalus ; sutura teregang, lebar lingkar kepala ≥4cm lebih besar dari peningkatan tekanan intra cranial (perdarahan lesi yang memakan tempat). Palpasi sutura, sutura teraba dan tidak menyatu, sutura bias tumpang tindih akibat molase (trauma lahir), sutura lebar (hidrosefalus), penutupan (prematur).
8. Memeriksa telinga dalam hubungannya dengan letak mata dan kepala simetris atau tidak. Tidak simetris/letak rendah Kemungkinan sindrom down, gangguan mental, gangguan ginjal, Tidak ada tulang rawan (prematur), Pendengaran ;berespon terhadap suara dan bunyi lain, keadaan mempengaruhi respon.
9. Memeriksa mata apakah ada tanda-tanda infeksi, seperti pus.
Ukuran, bentuk simetris reflek mengedip, lipatan epikantus jika disertai tanda lain (gangguan kromosom. Sindrom down). Bola mata, ukuran, lensa keruh atau tidak, lesi, sclera ikterik.
10. Memeriksa hidung dan mulut, bibir dan langitan, bibir dan refleks hisap dan refleks Rooting, serta ada tidaknya kelainan congenital seperti labiopalatoskizis
Memeriksa leher bayi, apakah terdapat pembengkakan atau benjolan. Trachea ;posisi kelenjar tiroid, massa. Bebas bergerak dan bebas melakukan ekstensi dan fleksi tidak dapat menggerakan bahu, Tidak mampu mengendalikan kepala(premature, simdrom down)
11. Memeriksa dada, bagaimana bentuknya (simetris/tidak) dan perhatikan juga putting susunya,jumlah. Lingkar dada rata-rata 30-33. ≤ 30 cm premature.
12. Memeriksa bahu, lengan dan tangan, perhatikan gerakannya dan kelengkapan/jumlah jari
13. Memeriksa system syaraf, yaitu berupa refleks-refleks :
a. Reflek moro : Mengejutkan bayi.
b. Refleks hisap : dilihat pada waktu bayi menyusu
c. Refleks genggam : dengan meletakkan jari telunjuk pada palmar, tekanan dengan gentle, normalnya bayi akan menggenggam dengan kuat
d. Refleks Plantar/magnet : tekan permukaan plantar kaki di bawah ibu jari, dalam keadaan normal ibu jari akan fleksi kearah plantar.
e. Refleks Tonik neck : letakkan bayi dalam posisi terlentang, putar kepala ke satu sisi dengan badan ditahan, ekstremitas pada sisi kemana kepala diputar terekstensi, tapi ekstremitas pada sisi lain terefleksi. Pada keadaan normal bayi akan berusaha untuk mengembalikan kepala ketika diputar ke sisi pengujian syaraf asesori.
f. Refleks Muntah : Menunjukkan fungsi neurology glosofaringeal dan syaraf fagus normal.
g. Refleks kedipan : merupakan respon terhadap cahaya terang yang menunjukkan normalnya syaraf optic.
h. Reflek babinski : Pada saat telapak kaki digores semua jari hiperektensi dengan ibu jari dorsifleksi
14. Periksa bagian perut, bagaimana bentuknya, ada penonjolan/tidak pada daerah sekitar tali pusat saat bayi menangis, perdarahan tali pusat, banyaknya pembuluh darah pada tali pusat, apakah lembek saat bayi tidak menangis.
15. Periksa alat kelamin bayi. Perhatikan pada bayi laki-laki testisnya berada pada skrotum apabila tidak masuk (prematur), penis berlubang di ujung. Sedangkan pada bayi perempuan perhatikan vagina berlubang, uretra berlubang, keadaan labia mayora dan minora, labia mayora terpisah jauh dari labia minora menonjol (prematur)
16. Periksa tungkai dan kaki, perhatikan gerakan dan bentuknya normal/tidak, berapa jumlah jari kaki.
17. Periksa punggung dan anus bayi, apakah ada kelainan seperti pembengkakan atau cekungan, spina bifida, keadaan spingter ani, ada anus/tidak
18. Memeriksa kulit bayi, adanya verniks, warna, pembengkakan atau bercak-bercak hitam dan tanda-tanda lahir(tanda mongol)
19. Mengenakan kembali pakaian bayi, perhatikan kemungkinan tanda-tanda hipotermia pada bayi.
20. Mencuci tangan kembali setelah pemeriksaan
21. Menempatkan bayi kembali ke dalam boks atau apabila rawat gabung bayi diberikan pada ibunya.
22. Bereskan peralatan dan catat hasil pemeriksaan.
REFERENSI :
1. Pauline Mc. Sellers. 1993. Midwifery Volume 1. Juta & Co. LTD. South Africa. Hal. 717-739
2. Linda V Walsh. 2003. Midwifery Chapter23. W. B. Saunders. San Fransisco California. Hal. 547-352
3. Fenwick Elizabeth. 1999. 101 Tips terpenting melahirkan. Jakarta. Dian Rakyat Hal. 52 – 57
4. Ruth Johnson & Wendy Taylor. 2000. Skill for Midwifery Practice Bab 8. Churchil Livingstone. London . Hal. 235-241
5. Engel Joyce, 1999, Pengkajian Pediatrik Edisi 2, EGC Jakarta
6. Bobak, L. Jensen, 2005,Buku Ajar Perawatan Maternitas,EGC,Jakarta hal 387-388
7. Soetjiningsih, 2000,Tumbuh kembang anak, Surabaya, Universitas Airlangga, hal 37-53
8. DepKes RI, 1999, Antopometri, Jakarta, hal 1-10
9. Varney’s Midwifery, Ilmu Kebidanan, 2004

KONSEP DASAR MASA NIFAS

1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas ( Puerperium ) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat - alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama kira-kira 6 minggu, atau masa nifas adalah masa yang dimulai dari beberapa jam setelah lahir plasenta sampai 6 minggu berikutnya.
Activity: jelaskan pengertian masa nifas !
Summary: masa nifas merupakan masa yang diawali setelah lahirnya plasenta dan berahir setelah 6 minggu post partum yang memerlukan penangan secara aktif.

2. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Pada masa nifas ini terjadi perubahan-perubahan fisik maupun psikis berupa organ reproduksi, terjadinya proses laktasi, terbentuknya hubungan antara orangtua dan bayi dengan memberi dukungan. Atas dasar tersebut perlu dilakukan suatu pendekatan antara ibu dan keluarga dalam manajemen kebidanan. Adapun tujuan asuhan masa nifas adalah sebagai berikut :
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikis
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayi dan perawatan bayi sehat.
4. Memeberikan pelayanan KB
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi.
Activity : Jelaskan tujuan asuhan masa nifas!
Summary : masa nifas merupakan masa yang memerlukan asuhan yang efektif dan optimal.

3. Perubahan-perubahan dalam Masa Nifas
a. Perubahan uterus
Involusi uteri adalah proses uterus kembali ke kondisi sebelum hamil. Uterus biasanya berada di organ pelvik pada hari ke-10 setelah persalinan. Involusi uterus lebih lambat pada multipara. Penurunan ukuran uterus dipengaruhi oleh proses autolisis protein intraselular dan sitoplasma miometrium. Hasil dari menurunkan ukuran uterus harus kehilangan sel-sel dalam jumlah besar. Selama beberapa hari pertama setelah melahirkan endometrium dan miometrium pada tempat plasenta diserap oleh sel-sel granulosa sehingga selaput basal endometrium kembali dibentuk.



Proses involusi uteri dapat dilihat pada tabel berikut :

INVOLUSI UTERI DIAMETER
UTERUS PALPASI
SERVIKS BERAT UTERUS
Pada akhir persalinan 12,5 cm Lembut/lunak 900 gram
Pada akhir minggu ke-1 7,5 cm 2 cm 450 gram
Pada akhir minggu ke-2 5,0 cm 1 cm 200 gram
Pada akhir minggu ke-3 2,5 cm menyempit 60 gram

Tinggi Fundus uteri dan involusi uterus
Involusi Tinggi fundus Berat uterus
Plasenta lahir
7 hari ( 1 minggu )
14 hari ( 2 minggu )
42 hari ( 6 minggu )
56 hari ( 8 minggu ) Sepusat
Pertengahan pusat-simpisis
Tak teraba
Sebesar hamil 2 minggu
Normal 1000 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram















b. Pengeluaran Lokia
Lokia adalah cairan yang keluar dari liang vagina/senggama pada masa nifas. Cairan ini dapat berupa darah atau sisa lapisan rahim. Urutan pengeluaran lokia dapat dilihat pada tabel berikut:
HARI LOKIA WARNA
1-3 Rubra/Krueta Merah kehitaman
3-7 Sanguinolenta Putih bercampur merah
7-14 Serosa Kekuningan
>14 Alba Putih

Jumlah total lokia yang diproduksi 150-450 ml dengan jumlah rata-rata 225 ml . Selama 2-3 hari pertama setelah melahirkan, pengeluaran darah dari vagina tergantung pada perubahan ambulasi seperti berdiri dan duduk. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan karena masih dianggap normal.
c. Payudara/Laktasi
ASI dihasilkan oleh kerja gabungan antara hormon dan refleks. Kelenjar hipofise didasar otak menghasilkan hormon prolaktin akan membuat sel kelenjar payudara menghasilkan ASI. Prolaktin adalah hormon pertama yang bertanggungjawab dalam proses laktasi. Dengan rangsangan hisapan bayi mengeluarkan prolaktin dari adeno hipofise dan oksitosin dari neurohipofise. Pada saat yang sama akan menstimulasi saraf melalui tulang belakang ke hipothalamus untuk menekan pengeluaran faktor penghambat terhadap laktasi. Setelah persalinan estrogen dan progesteron menurun drastis sehingga dikeluarkan prolaktin untuk merangsang produksi ASI. ASI kemudian dikeluarkan oleh sel otot halus disekitar kelenjar payudara yang mengkerut dan memeras ASI keluar, hormon oksitosin yang membuat otot-otot itu mengkerut.
d. Perubahan lain
Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,5 C sesudah partus dapat naik 0,5C dari keadaan normal, tetapi tidak melebihi 38 C, sesudah 12 jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu badan >38 C mungkin ada infeksi.
Mules-mules sesudah partus akibat kontraksi uterus kadang-kadang sangat mengganggu selama 2-3 hari postpartum, perasaan ini lebih terasa bila wanita tersebut sedang menyusui. Perasaan sakitpun timbul bila masih terdapat sisa-sisa plasenta atau gumpalan darah darah dalam kavum uteri.
Nadi berkisar umumnya 60-80 kali/menit. Setelah melahirkan akan terjadi bradikardi. Bila terdapat takikardi sedangkan badan tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibanding suhu badan.
Activity: Jelaskan perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas!
Summary: Tahapan/perubahan – perubahan yang terjadi pada masa nifas haruslah diketahui dengan jelas.

4. Program Nasional dan Kebijakan teknis pada masa nifas
Paling sedikit 4 kali kunjungan dalam masa nifas untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi serta menangani masalah-masalah yang terjadi pada masa nifas.

KUNJUNGAN WAKTU TUJUAN
1 6-8 jam setelah persalinan a. Mencegah perdarahan karena atonia uteri
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut.
c. Memberikan konseling pada ibu dan salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan
d. Pemberian ASI awal
e. Membina hubungan baik antara ibu dan bayi baru lahir
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi
g. Bila petugas kesehatan yang menolong persalinan ia harus tinggal dengan ibu dan bayi 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
2 6 hari setelah persalinan
a. Memastikan involusi uteri berjalan normal.
b. Menilai adanya tanda-tanda infeksi ,demam atau perdarahan abnormal.
c. Memastikan ibu menyusui baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
d. Memberikan konseling KB secara mandiri
e. Memastikan ibu cukup makanan, cairan dan istirahat.
3 2 minggu setelah persalinan Sama dengan atas ( 6 hari setelah persalinan )
4 6 minggu setelah persalinan a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami.
b. Memberikan konseling untuk KB secara dini.
Activity : Uraikanlah program nasional dan kebijakan teknis pada masa nifas !
Summary : Program nasional dan kebijakan teknis merupakan tanggungjawab Bidan yang harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin.
REFERENSI :
Departemen Kesehatan RI, Standar Asuhan Kebidanan bagi Bidan di Rumah Sakit dan Puskesmas , Jakarta 2003.hal 27-28.
Manuaba, Ida Bagus Gde, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta : EGC, 1998 hal 190-194
Varney’s Midwifery : Varney hal.623-625
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal ; Jakarta 2000 hal 122-123.
Pusdiknakes,WHO,JHPIEGO,2001,BUKU IV Asuhan Kebidanan pada ibu post Partum.
Linda, V. Walsh.2001.Midwifery Saunders Company, NY.
Sweet,BR.1997.Myles Midwifery,Bailliere Tindall. London.

Pengenalan diri terhadap masalah dan penyulit pada kala I persalinan dan Perpanjangan Fase Aktif pada Kala I Persalinan

Batasan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setetlah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum dikatakan inpartu bila kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks

Tanda dan gejala inpartu termasuk :
• Penipisan dan pembukaan serviks
• Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit)
• Cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina

Pengenalan diri terhadap masalah dan penyulit
Tanda bahaya yang merupakan indikasi untuk melakukan tindakan dan atau rujukan selama kala I persalinan atau yang sering disebut penapisan dalam rujukan, berupa:
Riwayat bedah sesar
Perdarahan pervaginan
Persalinan kurang bulan (kehamilan kurang dari 37 minggu)
Ketuban pecah disertai dengan mekonium kental
Ketuban pecah lama (>24 jam)
Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan (kehamilan <37mg) Ikterus Anemia berat Tanda/gejala infeksi Pre-eklampsia/Hipertensi dalam kehamilan Tinggi fundus 40 cm atau lebih Gawat janin Primipara pada fase aktif kala satu persalinan dengan penurunan kepala janin masih 5/5 Presentasi bukan belakang kepala Presentasi ganda (majemuk) Kehamilan ganda/gemeli Tali pusat menumbung Tanda dan gejala syok Tanda dan gejala belum inpartu ditandai frekuensi kontraksi <2x/10’ lamanya <20” serta tidak ada perubahan pada serviks dalam 1-2jam Fase laten berkepanjangan ditandai Pembukaan serviks kurang dari 4 cm setelah 8 jam dengan kontraksi teratur (>2x/10’)
Tanda dan gejala partus lama yang ditandai pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada partograf (fase aktif memanjang), lalu pembukaan <1cm/jam dengan Frekuensi kontraksi <2x/10’ lamanya <40”.

Fase – Fase dalam kala I persalinan
Kala I persalinan (kala pembukaan) merupakan proses terjadinya pematangan dan pembukaan serviks, dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala I persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif

Fase laten pada kala I persalinan :
• Dimulai sejak awal berkontraksi yanng menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap.
• Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm
• Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam

Fase aktif pada kala I persalinan :
• Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih)
• Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata – rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara). Tahap ini dapat dibagi dalam 3 tahap:
Akselerasi : Dalam waktu 2 jam terjadinya pembukaan sangat lambat dari pembukaan lebih dari 3cm menjadi 4cm
Dilatasi : Dalam waktu 2 jam terjadi pembukaan yang sangat cepat dari 4cm mencapai 9cm
Deselerasi : Pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi lengkap
Pada primigravida rata-rata berlangsung 13-14 jam, sedangkan pada multigravida berlangsung selama kurang lebih 7 jam, perbedaan mekanisme membukaanya serviks pada primigravida dan multigravida ini dikarenakan pada primigravida ostium uteri internum akan membuka terlebih dahulu, kemudian serviks akan mendatar dan menipis lalu membuka, sedangkan pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit membuka sehingga penipisan dan pendataran serviks terjadi pada saat yang sama.
• Terjadi penurunan bagian terendah janin



Fase Aktif Memanjang
Istilah fase aktif memanjang mengacu pada kemajuan pembukaan yang tidak adekuat setelah didirikan diagnasa kala I fase aktif, dengan didasari atas:
Pembukaan kurang dari 1cm perjam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan; kuranng dari 1,2cm perjam pada primigravida dan kurang dari 1,5cm pada multipara; lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4cm sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5cm perjam)

Karakteristik Fase Aktif Memanjang
Kontraksi melemah sehingga menjadi kurang kuat, lebih singkat dan atau lebih jarang
Kualitas kontraksi sama seperti semula tidak mengalami kemajuan
Pada pemeriksaan vaginal, serviks tidak mengalami perubahan

Penyebab Fase Aktif Memanjang
Penyebab tersering dari fase aktif memanjang berupa:
Malposisi (presentasi selain belakang kepala)
Makrosomia (bayi besar) atau disproporsi kepala-panggul (CPD)
Intensitas kontraksi yang tidak adekuat
Serviks yang menetap
Kelainan fisik ibu (mis:pinggang pendek)
Kombinasi penyebab atau penyebab yang tidak diketahui

Akibat Dari Persalinan Yang Lama
Terhadap Janin
Akibat untuk janin meliputi trauma, asidosis, kerusakan hipoksik, infeksi dan peningkatan mortalitas serta morbiditas perinatal.



Terhadap Ibu
Akibat untuk ibu adalah penurunan semangat, kelelahan, dehidrasi, asidosis, infeksi, dan resiko ruptur uterus. Perlunya intervensi bedah meningkatkan mortalitas dan morbiditas.


Referensi :

1. Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO, Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO, 2002
2. Penny Simkin & Ruth Ancheta, Buku Saku PERSALINAN, Jakarta:EGC, 2005
3. Liu David T. Y, Manual Persalinan, Edisi 3, Jakarta:EGC, 2007
4. Depkes Republik Indonesia. Pelatihan Klinik ASUHAN PERSALINAN NORMAL, Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru lahir, Jakarta: JNPK-KR, 2008

asuhan kebidanan kala IV

1. Pengetian Kala IV
Kala IV adalah merupakan salah satu tahapan dalam persalinan yang dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.
2. Asuhan Pada Kala IV
Setelah lahirnya plasenta :
a. Lakukan rangsangan taktil (pemijatan) uterus untuk merangsang uterus berkontraksi
b. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakan jari tangan anda secara melintang antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat atau lebih bawah. Misalnya, jika 2 jari bisa diletakan dibawah pusat dan diatas fundus uteri maka disebut 2 jari dibawah pusat.
c. Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan
Sangat sulit untuk memperkirakan darah secara tepat karena darah seringkali bercampur dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap dihanduk, kain atau sarung. Tidak mungkin menilai kehilangan secara akurat dengan menghitung sarung karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin diganti jika terkena sedikit darah atau pada saat benar-benar basah oleh darah. Meletakan wadah atau pispot dibawah bokong ibu untuk mengumpulkan darah bukanlah cara yang efektif untuk mengukur kehilangan darah dan bukan merupakan cerminan asuhan sayang ibu, berbaring diatas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusui bayinya.
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan cara melihat darah tersebut dan memperkirakan berapa banyak botol berukuran 500 ml yang bisa dipenuhi darah tersebut. Jika darah bisa mengisi dua botol, ibu telah kehilangan satu liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol ibu kehilangan 250 ml darah. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi ibu.
d. Periksa perineum dari pendarahan aktif (misalnya, dari laserasi atau episiotomi)
Evaluasi laserasi dan perdarahan aktif pada perineum dan vagina. Nilai perluasan laserasi perineum, Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan.













• Mukosa Vagina • Mukosa Vagina • Mukosa Vagina • Mukosa Vagina
• Fourchette Posterrior • Fourchette Posterrior • Fourchette Posterrior • Fourchette Posterrior
• Kulit perineum • Kulit perineum • Kulit perineum • Kulit perineum
• Otot perineum • Otot perineum • Otot perineum
• Otot sfingterani eksternal • Otot sfingterani eksternal
• Dinding rektum anterior


Penjahitan tidak laserasi perineum diperlukan jika tidak ada perdarahan dan jika luka teraposisi secara alamiah. Jahit dengan menggunakan teknik-teknik yang sesuai dengan kewenangan bidan. Jangan coba menjahit laserasi perineum derajat tiga atau empat.
Segera lakukan rujukan karena laserasi ini memerlukan teknik dan prosedur khusus.


e. Evaluasi kondisi ibu secara umum
Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dan terjadi dalam empat jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena alasan ini, penting sekali untuk memantau ibu secara ketat, segera setelah setiap tahapan atau kala persalinan diselesaikan. Jika tanda-tanda vital dan tonus uterus masih dalam batas normal selama dua jam pertama pasca persalinan, mungkin ibu tidak akan mengalami perdarahan pasca persalinan. Penting sekali untuk tetap berada di samping ibu dan bayinya selama dua jam pertama pasca persalinan.


Selama dua jam pertama pascapersalinan:
• Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan perdarahan yang terjadi setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua kala empat Jika ada temuan yang tidak normal, lakukan observasi dan penilaian secara lebih sering.
• Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam jam kedua kala empat. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian.
• Pantau temperatur tubuh ibu satu kali setiap jam selama dua jam pertama pasca persa¬linan. Jika temperatur tubuh meningkat, pantau lebih sering.
• Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam jam kedua pada kala empat.
• Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai tonus dan perdarahan uterus, juga bagaimana melakukan pemijatan (rangsangan taktil) jika uterus menjadi lembek.
• Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu untuk mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman, apakah duduk bersandarkan bantal atau berbaring miring. Jaga agar tubuh dan kepala bayi diselimuti dengan baik, berikan bayi kepada ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI.
• Lengkapi dengan asuhan esensial bagi bayi baru lahir .
Jangan anjurkan penggunaan kain pembebat perut selama dua jam pertama pasca persalinan atau hingga ibu sudah stabil. Kain pembebat perut menyulitkan penolong untuk menilai kondisi uterus ibu secara memadai.
Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya dan anjurkan untuk mengosongkan kandung kemihnya setiap kali diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk berkemih mungkin berbeda setelah dia melahirkan bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan cara menyiramkan air bersih dan hangat ke perineumnya. Berikan privasi atau masukkan jari-jari ibu ke dalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara spontan. Jika setelah tindakan-tindakan ini ibu tetap tidak dapat berkemih secara spontan, mungkin diperlukan tindakan kateterisasi. Jika kandung kemih penuh atau dapat dipalpasi, gunakan teknik aseptik pada saat memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih. Setelah mengosongkan kandung kemih, lakukan pemijatan (rangsangan taktil) untuk merangsang uterus berkontraksi dengan lebih baik.

f. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV persalinan dihalaman belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah persalinan dilakukan.
Catatan asuhan dan temuan
Catatlah semua temuan selama kala empat persalinan di halaman belakang partograf.
Ke Waktu Tekanan darah mmHg Nadi menit Temperature Tinggi fundus uteri Kontraksi uterus Kandung kemih Perdarahan


REFERENSI
1. Departemen Kesehatan R.I (2004) Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal, Departemen Kesehatan R.I., Jakarta.
2. Hanifa,dkk,1999, Ilmu Kebidanan, Jakarta,YBPSP
3. Saifudin, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, YBPSP

PERDARAHAN PADA KEHAMILAN MUDA (ABORTUS , KET,MOLAHIDATIDOSA)

ABORTUS
Pengertian
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi atau berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar (viable), tanpa mempersoalkan penyebabnya dengan berat badan < 500 gram atau umur kehamilan < 20 minggu. (Hacker, Moore 2001)
         
Klasifikasi
1.        Berdasarkan Kejadiannya
-        Abortus Spontan, adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun mekanis atau terjadi tanpa ada unsur tindakan dari luar dan dengan kekuatan sendiri.
-        Abortus Buatan/Abortus Provokatus (disengaja, digugurkan), yaitu:
a.          Abortus buatan menurut indikasi medis (abortus provocatus artifisialis atau theraupeticus).
Abortus ini sengaja dilakukan sehingga kehamilan dapat diakhiri. Upaya menghilangkan hasil konsepsi dilakukan atas indikasi untuk menyelamatkan jiwa ibu, misalnya: penyakit jantung, hipertensi essensial, dan karsinoma serviks. Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri atau psikolog.
b.         Abortus buatan criminal (abortus provocatus criminalis) adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum.

2.      Berdasarkan gambaran klinis
-         Abortus Iminens ( keguguran mengancam)
            Abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahankannya, ostium uteri tertutup, uterus sesuai umur kehamilan. Didiagnosis bila seorang wanita hamil <20 minggu mengeluarkan darah sedikit pervaginam. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat disertai rasa nyeri perut bawah atau punggung bawah.


 
 



-           Abortus Insipiens (keguguran berlangsung
                Abortus ini sedang berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi, ostium terbuka, teraba ketuban, berlangsung hanya beberapa jam saja. Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan kontra indikasi.

        

-      Abortus Inkompletus (keguguran tidak lengkap)
                Abortus inkomplet didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di dalam rahim. Perdarahan terus berlangsung, banyak dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing(corpus alienum). Oleh karena itu uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri.  






-           Abortus kompletus (keguguran lengkap)
                Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap, ostium tertutup, uterus lebih kecil dari umur kehamilan atau ostium terbuka dan kavum uteri kosong. Pada abortus ini perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan dalam selambat-lambatnya perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh. Serviks juga dengan segera menutup kembali.



-            
-           Abortus tertunda (missed abortion)
                Keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke-20, tetapi tertanam di dalam rahim selama beberapa minggu (8 minggu atau lebih) setelah janin mati. Sekitar keamtian janin kadang-kadang ada perdarahan pervaginam sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus iminens. Selanjutnya rahim tidak membesar bahkan mengecil karena absorbsi air ketuban dan maserasi janin.  


-      Abortus habitualis (keguguran berulang)
                     Abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi, sekurang-kurangnya 3 kali berturut-turut. Kejadiannya jauh lebih sedikit daripada abortus spontan (kurang dari 1%).

KEHAMILAN EKTOPIK
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar rongga rahim (kavum uteri). Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi, istilah ektopik dapat diartikan sebagai "berada di luar tempat yang semestinya". Walaupun diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim, kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada kornu uteri. Hal ini yang membedakannya dengan istilah kehamilan ekstrauterina. Etiologi Kehamilan ektopik biasanya disebabkan oleh terjadinya hambatan pada perjalanan sel telur, dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang satu, masuk ke saluran telur sisi seberangnya.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar rongga rahim (kavum uteri). Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptura apabila massa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang impantasi (misalnya: tuba) dan peristiwa ini disebut sebagi kehamilan ektopik terganggu.

Patofisiologi
 Ovum yang telah dibuahi berimplantasi di tempat lain selain di endometrium kavum uteri. Prinsip patofisiologi : gangguan / interferensi mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri.

 Sering terjadi pada :
1. Kelainan tuba atau adanya riwayat penyakit tuba (misalnya salpingitis), menyebabkan oklusi atau kerusakan silia tuba.
 2. Riwayat operasi tuba, sterilisasi dsb
3. Riwayat penyakit radang panggul lainnya.
4. Penggunaan IUD yang mencegah terjadinya implantasi intrauterin.
5. Ovulasi yang multipel akibat induksi obat-obatan, usaha fertilisasi in vitro, dsb. Isi konsepsi yang berimplantasi melakukan penetrasi terhadap lamina propria dan pars muskularis dinding tuba.
6. Abortus provokatus dengan infeksi. Makin sering dilakukan abortus provokatus makin tinggi kemungkinan terjadi salpingitis
7. Adhesi peritubal yang terjadi setelah infeksi seperti apendisitis atau endometritis. Tuba dapat tertekuk atau menyempit.
8. Pernah menderita kehamilan ektopik sebelumnya.

 Kerusakan tuba lebih lanjut disebabkan oleh pertumbuhan invasif jaringan trofoblas. Karena trofoblas menginvasi pembuluh darah dinding tuba, terjadi hubungan sirkulasi yang memungkinkan jaringan konsepsi bertumbuh. Pada suatu saat, kebutuhan embrio di dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu.

            Kadang –kadang nidasi terjadi di fimbria. Dari bentuk diatas secara sekunder dapat terjadi kehamilan tuba abdominal, tuba ovarial,atau kehamilan dalam ligamentum latum. Kehamilan paling sering terjadi dalam ampula tuba. Implantasi telur dapat bersifat kolumnar yaitu impantasui pada puncak lipatan selaput tuba dan telur terletak dalam lipatan selaput lendir. Bila kehamilan pecah, alan pecah kedalam lumen tuba (abortus tuber).

Telur dapat pula menembus epitel dan berimplantasi interkolumnar, terletak dalam lipatan selaput lendir, yaitu telur masuk kedalam lapisan otot tuba karena tuba tidak mempunyai desidia. Bila kehamilan pecah, hasil konsepsi akan masuk kedalam rongga peritoneum (ruptur tuba). Walaupun kehamilan terjadi di luar rahim, rahim juga akan ikut membesar karena hipertrofi dari otot-ototnya, yang disebabkan pengaruh hormone-hormon yang dihasilkan trofobalas, begitu pula endometriumnya berubah menjadi desidua vera.

Kemungkinan implantasi di tuba Falopii (paling sering, 90-95%, dengan 70-80% di ampulla), serviks, ovarium, abdomen, dsb. Implantasi patologik di dinding lumen tuba paling sering, karena tuba merupakan jalur utama perjalanan ovum.




Jenis kehamilan ektopik
Kehamilan tuba
Menurut  tempat nidasinya, dibedakan menjadi:
  • Kehamilan Ampulla ( terjadi dalam ampula tuba)
  • Kehamilan Ismus ( terjadi dalam ismus tuba)
  • Kehamilan Interstisial ( terjadi dalam pars instisialis tuba)
Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada minggu ke 6-12, yang paling sering antara minggu ke 6-8. berakhirnya kehamilan tuba ada 2 cara, yaitu abortus tuba dan ruptur tuba.
Abortus tuba
Telur yang terus membesar menembus endosalping ( selaput lendir tuba), masuk ke lumen  dan dikeluarkan di daerah infundibulum. Hal ini terutama terjadi kalau telur berimplantasi di daerah ampullla tuba. Di sini biasanya telur tertanam kolumnar karena lipatan-lipatan selaput lendir tinggi dan banyak, selain itu rongga tuba agak besar hingga telur mudah tumbuh ke arah rongga tuba  dan lebih mudah menembus desista kapsularis yang tipis dari lapisan otot tuba.
Abortus tuba terjadi kira-kira antara minggu ke 6-12. Perdarahan yang keluar dari ujung tuba dan mengisi kavum douglas, terjadilah hematokel retrouterin. Ada kalanya ujung tuba tertutup karena perlengketan –perlengketan hingga darah terkumpul didalam tuba dan menggembungkan tuba yang disebut hematosalphing.
Ruptur tuba
Terutama terjadi jika telur berimplantasi di ismus. Pada peristiwa ini, lipatan-lipatan selaput lendir tidak seberapa, jadi besar kemungkonan  implantasi interkolumnar. Trofoblas cepat sampai ke lapisan otot  dan kemungkinan pertumbuhan kearah tuba sempit. Oleh karena itu, telur menembus dinding tuba kearah rongga perut atau peritoneum.

  Kehamilan servikal
Kehamilan servikal jarang terjadi. Pada implantasi di serviks, dapat terjadi perdarahan tanpa disertai nyeri, dan kemungkinan terjadinya abortus spontan sangat besar. Jika kehamilan tumbuh sampai besar, perdarahan / ruptur yang terjadi sangat berat, sehingga sering diperlukan tindakan histerektomi total.

 Kriteria Rubin (1911) untuk kehamilan servikal :
1.  Kelenjar serviks harus ditemukan di seberang tempat implantasi plasenta
2. Tempat implantasi plasenta harus berada di bawah arteri uterina atau peritoneum viserale uterus
3. janin tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus
4. implantasi plasenta di serviks harus kuat

            Kriteria Rubin sulit diterapkan secara klinis karena memerlukan histerektomi total untuk memastikannya. Kriteria klinis dari Paalman & McElin (1959) untuk kehamilan servikal, lebih dapat diterapkan secara klinis :
1. ostium uteri internum tertutup
2. ostium uteri eksternum terbuka sebagian
3. hasil konsepsi terletak di dalam endoserviks
 4. perdarahan uterus setelah fase amenorhea, tanpa disertai nyeri
5. serviks lunak, membesar, dapat lebih besar daripada fundus (hour-glass uterus).  

 Kehamilan ovarial
 Kehamilan ovarial ditegakkan atas dasar kriteria Spiegelberg :
1. tuba pada sisi kehamilan harus normal
2. kantung janin harus terletak dalam ovarium
3. kantung janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium
 4. jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantung janin Pada kenyataannya kriteria ini sulit dipenuhi, karena umumnya telah terjadi kerusakan jaringan ovarium, pertumbuhan trofoblas yang luas, dan perdarahan menyebabkan topografi kabur, sehingga pengenalan implantasi permukaan ovum sukar ditentukan secara pasti.

Kehamilan interstisial
Implantasi telur biasanya terjadi dalam pars institialis tuba. Karena lapisan miometrium disini lebih tabal, ruptur terjadi lebih lambat kira-kira terjadi pada bulan 3 atau ke 4.
Kalau terjadi ruptur, perdarahan hebat karena tempat ini banyak terdapat pembuluh darah sehingga dalam waktu yang singkat dapat terjadi kematian.
KEHAMILAN ABDOMINAL
Kehamilan abdominal ada 2 macam:
  1. Kehamilan abdominal primer; terjadi bila telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut
  2. Kehamilan abdominal sekunder; berasal kehamilan tuba dan setelah ruptur baru mengalami kehamilan abdominal

MOLAHIDATIDOSA
Hamil mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi darivilli koriales disertai degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal, kavum uteri terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur.
Etiologi :
1.      Faktor ovum
2.      imunoselektif
3.      keadaan sosio ekomomi
4.      paritas tinggi
5.      kekurangan protein
6.      infeksi virus

Penanganan:
1.      Theraphy
2.      Periksa Ulang
3.      Sitostatika
 daftar pustaka
  1. Bobak, Lowdermilk,Jensen, 2005. Maternity Nursing 4th ed (alih bahasa Maria A.Wijayarini, Peter I. Anugerah), Jakarta: EGC
2.      Sastrawinata, 2004, Obstetri Patologi, Jakarta, EGC.
3.      Saefudin AB dkk., 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
4.      Saifuddin AB., 2002, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo.
5.      Manuaba IBG, 1998, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan, Jakarta, EGC
6.      Mochtar R., 1998, Sinopsis Obstetri, Jakarta, EGC
7.      Chalik, T., 1997, Hemoragi Utama Obstetri & Ginekologi, Jakarta, Widya Medika.