ABORTUS
Pengertian
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi atau berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar (viable), tanpa mempersoalkan penyebabnya dengan berat badan < 500 gram atau umur kehamilan < 20 minggu. (Hacker, Moore 2001)
Klasifikasi
1. Berdasarkan Kejadiannya
- Abortus Spontan, adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun mekanis atau terjadi tanpa ada unsur tindakan dari luar dan dengan kekuatan sendiri.
- Abortus Buatan/Abortus Provokatus (disengaja, digugurkan), yaitu:
a. Abortus buatan menurut indikasi medis (abortus provocatus artifisialis atau theraupeticus).
Abortus ini sengaja dilakukan sehingga kehamilan dapat diakhiri. Upaya menghilangkan hasil konsepsi dilakukan atas indikasi untuk menyelamatkan jiwa ibu, misalnya: penyakit jantung, hipertensi essensial, dan karsinoma serviks. Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri atau psikolog.
b. Abortus buatan criminal (abortus provocatus criminalis) adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum.
2. Berdasarkan gambaran klinis
- Abortus Iminens ( keguguran mengancam)
Abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahankannya, ostium uteri tertutup, uterus sesuai umur kehamilan. Didiagnosis bila seorang wanita hamil <20 minggu mengeluarkan darah sedikit pervaginam. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat disertai rasa nyeri perut bawah atau punggung bawah.
- Abortus Insipiens (keguguran berlangsung
Abortus ini sedang berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi, ostium terbuka, teraba ketuban, berlangsung hanya beberapa jam saja. Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan kontra indikasi.
- Abortus Inkompletus (keguguran tidak lengkap)
Abortus inkomplet didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di dalam rahim. Perdarahan terus berlangsung, banyak dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing(corpus alienum). Oleh karena itu uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri.
- Abortus kompletus (keguguran lengkap)
Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap, ostium tertutup, uterus lebih kecil dari umur kehamilan atau ostium terbuka dan kavum uteri kosong. Pada abortus ini perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan dalam selambat-lambatnya perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh. Serviks juga dengan segera menutup kembali.
-
- Abortus tertunda (missed abortion)
Keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke-20, tetapi tertanam di dalam rahim selama beberapa minggu (8 minggu atau lebih) setelah janin mati. Sekitar keamtian janin kadang-kadang ada perdarahan pervaginam sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus iminens. Selanjutnya rahim tidak membesar bahkan mengecil karena absorbsi air ketuban dan maserasi janin.
- Abortus habitualis (keguguran berulang)
Abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi, sekurang-kurangnya 3 kali berturut-turut. Kejadiannya jauh lebih sedikit daripada abortus spontan (kurang dari 1%).
KEHAMILAN EKTOPIK
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar rongga rahim (kavum uteri). Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi, istilah ektopik dapat diartikan sebagai "berada di luar tempat yang semestinya". Walaupun diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim, kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada kornu uteri. Hal ini yang membedakannya dengan istilah kehamilan ekstrauterina. Etiologi Kehamilan ektopik biasanya disebabkan oleh terjadinya hambatan pada perjalanan sel telur, dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang satu, masuk ke saluran telur sisi seberangnya.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar rongga rahim (kavum uteri). Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptura apabila massa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang impantasi (misalnya: tuba) dan peristiwa ini disebut sebagi kehamilan ektopik terganggu.
Patofisiologi
Ovum yang telah dibuahi berimplantasi di tempat lain selain di endometrium kavum uteri. Prinsip patofisiologi : gangguan / interferensi mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri.
Sering terjadi pada :
1. Kelainan tuba atau adanya riwayat penyakit tuba (misalnya salpingitis), menyebabkan oklusi atau kerusakan silia tuba.
2. Riwayat operasi tuba, sterilisasi dsb
3. Riwayat penyakit radang panggul lainnya.
4. Penggunaan IUD yang mencegah terjadinya implantasi intrauterin.
5. Ovulasi yang multipel akibat induksi obat-obatan, usaha fertilisasi in vitro, dsb. Isi konsepsi yang berimplantasi melakukan penetrasi terhadap lamina propria dan pars muskularis dinding tuba.
6. Abortus provokatus dengan infeksi. Makin sering dilakukan abortus provokatus makin tinggi kemungkinan terjadi salpingitis
7. Adhesi peritubal yang terjadi setelah infeksi seperti apendisitis atau endometritis. Tuba dapat tertekuk atau menyempit.
8. Pernah menderita kehamilan ektopik sebelumnya.
Kerusakan tuba lebih lanjut disebabkan oleh pertumbuhan invasif jaringan trofoblas. Karena trofoblas menginvasi pembuluh darah dinding tuba, terjadi hubungan sirkulasi yang memungkinkan jaringan konsepsi bertumbuh. Pada suatu saat, kebutuhan embrio di dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu.
Kadang –kadang nidasi terjadi di fimbria. Dari bentuk diatas secara sekunder dapat terjadi kehamilan tuba abdominal, tuba ovarial,atau kehamilan dalam ligamentum latum. Kehamilan paling sering terjadi dalam ampula tuba. Implantasi telur dapat bersifat kolumnar yaitu impantasui pada puncak lipatan selaput tuba dan telur terletak dalam lipatan selaput lendir. Bila kehamilan pecah, alan pecah kedalam lumen tuba (abortus tuber).
Telur dapat pula menembus epitel dan berimplantasi interkolumnar, terletak dalam lipatan selaput lendir, yaitu telur masuk kedalam lapisan otot tuba karena tuba tidak mempunyai desidia. Bila kehamilan pecah, hasil konsepsi akan masuk kedalam rongga peritoneum (ruptur tuba). Walaupun kehamilan terjadi di luar rahim, rahim juga akan ikut membesar karena hipertrofi dari otot-ototnya, yang disebabkan pengaruh hormone-hormon yang dihasilkan trofobalas, begitu pula endometriumnya berubah menjadi desidua vera.
Kemungkinan implantasi di tuba Falopii (paling sering, 90-95%, dengan 70-80% di ampulla), serviks, ovarium, abdomen, dsb. Implantasi patologik di dinding lumen tuba paling sering, karena tuba merupakan jalur utama perjalanan ovum.
Jenis kehamilan ektopik
Kehamilan tuba
Menurut tempat nidasinya, dibedakan menjadi:
- Kehamilan Ampulla ( terjadi dalam ampula tuba)
- Kehamilan Ismus ( terjadi dalam ismus tuba)
- Kehamilan Interstisial ( terjadi dalam pars instisialis tuba)
Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada minggu ke 6-12, yang paling sering antara minggu ke 6-8. berakhirnya kehamilan tuba ada 2 cara, yaitu abortus tuba dan ruptur tuba.
Abortus tuba
Telur yang terus membesar menembus endosalping ( selaput lendir tuba), masuk ke lumen dan dikeluarkan di daerah infundibulum. Hal ini terutama terjadi kalau telur berimplantasi di daerah ampullla tuba. Di sini biasanya telur tertanam kolumnar karena lipatan-lipatan selaput lendir tinggi dan banyak, selain itu rongga tuba agak besar hingga telur mudah tumbuh ke arah rongga tuba dan lebih mudah menembus desista kapsularis yang tipis dari lapisan otot tuba.
Abortus tuba terjadi kira-kira antara minggu ke 6-12. Perdarahan yang keluar dari ujung tuba dan mengisi kavum douglas, terjadilah hematokel retrouterin. Ada kalanya ujung tuba tertutup karena perlengketan –perlengketan hingga darah terkumpul didalam tuba dan menggembungkan tuba yang disebut hematosalphing.
Ruptur tuba
Terutama terjadi jika telur berimplantasi di ismus. Pada peristiwa ini, lipatan-lipatan selaput lendir tidak seberapa, jadi besar kemungkonan implantasi interkolumnar. Trofoblas cepat sampai ke lapisan otot dan kemungkinan pertumbuhan kearah tuba sempit. Oleh karena itu, telur menembus dinding tuba kearah rongga perut atau peritoneum.
Kehamilan servikal
Kehamilan servikal jarang terjadi. Pada implantasi di serviks, dapat terjadi perdarahan tanpa disertai nyeri, dan kemungkinan terjadinya abortus spontan sangat besar. Jika kehamilan tumbuh sampai besar, perdarahan / ruptur yang terjadi sangat berat, sehingga sering diperlukan tindakan histerektomi total.
Kriteria Rubin (1911) untuk kehamilan servikal :
1. Kelenjar serviks harus ditemukan di seberang tempat implantasi plasenta
2. Tempat implantasi plasenta harus berada di bawah arteri uterina atau peritoneum viserale uterus
3. janin tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus
4. implantasi plasenta di serviks harus kuat
Kriteria Rubin sulit diterapkan secara klinis karena memerlukan histerektomi total untuk memastikannya. Kriteria klinis dari Paalman & McElin (1959) untuk kehamilan servikal, lebih dapat diterapkan secara klinis :
1. ostium uteri internum tertutup
2. ostium uteri eksternum terbuka sebagian
3. hasil konsepsi terletak di dalam endoserviks
4. perdarahan uterus setelah fase amenorhea, tanpa disertai nyeri
5. serviks lunak, membesar, dapat lebih besar daripada fundus (hour-glass uterus).
Kehamilan ovarial
Kehamilan ovarial ditegakkan atas dasar kriteria Spiegelberg :
1. tuba pada sisi kehamilan harus normal
2. kantung janin harus terletak dalam ovarium
3. kantung janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium
4. jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantung janin Pada kenyataannya kriteria ini sulit dipenuhi, karena umumnya telah terjadi kerusakan jaringan ovarium, pertumbuhan trofoblas yang luas, dan perdarahan menyebabkan topografi kabur, sehingga pengenalan implantasi permukaan ovum sukar ditentukan secara pasti.
Kehamilan interstisial
Implantasi telur biasanya terjadi dalam pars institialis tuba. Karena lapisan miometrium disini lebih tabal, ruptur terjadi lebih lambat kira-kira terjadi pada bulan 3 atau ke 4.
Kalau terjadi ruptur, perdarahan hebat karena tempat ini banyak terdapat pembuluh darah sehingga dalam waktu yang singkat dapat terjadi kematian.
KEHAMILAN ABDOMINAL
Kehamilan abdominal ada 2 macam:
- Kehamilan abdominal primer; terjadi bila telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut
- Kehamilan abdominal sekunder; berasal kehamilan tuba dan setelah ruptur baru mengalami kehamilan abdominal
MOLAHIDATIDOSA
Hamil mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi darivilli koriales disertai degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal, kavum uteri terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur.
Etiologi :
1. Faktor ovum
2. imunoselektif
3. keadaan sosio ekomomi
4. paritas tinggi
5. kekurangan protein
6. infeksi virus
Penanganan:
1. Theraphy
2. Periksa Ulang
3. Sitostatika
daftar pustaka- Bobak, Lowdermilk,Jensen, 2005. Maternity Nursing 4th ed (alih bahasa Maria A.Wijayarini, Peter I. Anugerah), Jakarta: EGC
2. Sastrawinata, 2004, Obstetri Patologi, Jakarta, EGC.
3. Saefudin AB dkk., 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
4. Saifuddin AB., 2002, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo.
5. Manuaba IBG, 1998, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan, Jakarta, EGC
6. Mochtar R., 1998, Sinopsis Obstetri, Jakarta, EGC
7. Chalik, T., 1997, Hemoragi Utama Obstetri & Ginekologi, Jakarta, Widya Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar